PULANG UNTUK LANANG - MARWANTO
lebih baik mati untuk kebebasan atau hidup bebas tetapi merasakan kematian setiap hari
JAWA POS
PULANG UNTUK LANANG
Oleh: Marwanto
Masa
pandemi seperti ini adalah masa yang paling sulit bagi sebagian orang yang masih
belum memiliki pekerjaan tetap. Seperti halnya Bandot, lelaki yang sudah
berumah tangga ini harus memikul beban untuk mencukupi kebutuhan hidup anak dan
istrinya. Bandot, alias Totok sudah menikah dan memiliki anak yang oleh sang
istri diberi nama Lanang.
Lanang
terlahir pada masa reformasi, yakni setelah presiden Soeharto turun dari
jabatannya dan digantikan oleh BJ Habibi. Ini berarti Lanang terlahir pada masa
krisis moneter, yakni pada tahun ’98. Seperti yang kita ketahui, krisis moneter
sendiri merupakan sebuah kondisi di mana Indonesia sedang mengalami penurunan
ekonomi yang sangat drastis, sehingga menyebabkan berbagai macam kejahatan
bermunculan.
Masa
krisis moneter itu membuat Bandot kesulitan dalam mencari pekerjaan, sehingga
memaksanya untuk pergi merantau. Dengan berbekal ijazah SMA dan
prestasi-prestasinya di sekolah, Bandot berangkat ke Jakarta dan berharap dapat
memperbaiki nasib keluarga kecilnya.
Setelah
merantau ke Jakarta dengan segudang harapan, Bandot ternyata tidak juga
mendapatkan pekerjaan. Karena waktu itu memangkalah bukan waktu yang tepat
untuk mencari pekerjaan sementara ekonomi sedang terpuruk. Hal ini membuat
kejahatan memiliki peluang besar untuk mengambil peran dalam tugas manusia,
yakni mencari kebahagiaan. Bandot diajak oleh temannya yang berada di Jakarta
untuk menjarah toko emas, bank, serta toko-toko besar lainnya agar bisa
mendapatkan uang dengan mudah.
Pekerjaan
yang digelutinya bukanlah sebuah pekerjaan yang tanpa risiko. Seringkali karena
pekerjaan ini Bandot harus berurusan dengan polisi dan masuk ke penjara. Namun,
Bandot tetap terus melakukan pekerjaan ini karena baginya sudah tidak ada lagi
pilihan lain. Hidup terus berjalan, waktu terus berputar, perut juga merindukan
makanan, dan badan memerlukan pakaian. Bandot harus tetap terus bertahan hidup
di Jakarta untuk menyembunyikan identitas dan rasa malunya kepada keluarga
kecil, namun yang paling penting adalah, dirinya tetap bisa mengirimkan
beberapa lembar untuk kebutuhan keluarganya.
Dari
cerpen tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa penulis ingin
menyampaikan sebuah keresahan bahwa negara ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak
orang yang mengetahui bahwa dirinya tersesat, namun karena alasan kenyamanan
dia enggan untuk putar balik dan memilih untuk tetap di jalannya.
Cerpen “Pulang Untuk Lanang”
merupakan sebuah kritik mengenai kehidupan. Bahwa kita sebagai manusia akan
selalu hidup dalam penjara. Sebagai sebuah negara, Indonesia dirasa tidak akan
pernah merdeka. Mulai dari persoalan moral, ekonomi, bahkan kesehatan
sekalipun. Kita akan terus dipenjara dan diberikan iming-iming agar bisa
merasakan kebebasan yang sebenarnya justru menjerumuskan.

Komentar
Posting Komentar